- Version
- Download 1
- File Size 256.00 KB
- File Count 1
- Create Date 22 Januari 2020
- Last Updated 16 Oktober 2020
BENGKULU – Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Usaha Perkebunan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain yaitu Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan, Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dan Usaha Perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan. Sedangkan apabila ada Badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yang akan melakukan Usaha Perkebunan diwajibkan untuk bekerjasama dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Bagi perusahaan dibidang Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan. Untuk jenis komoditas tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas 240 hektar atau lebih, dan tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih, wajib terintegrasi dalam hubungan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan.
Sedangkan untuk Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang diwajibkan memiliki Izin Usaha Perkebunan adalah :
1. Kelapa sawit dengan kapasitas minimal 5 Ton TBS per jam.
2. Teh Hijau dengan kapasitas minimal 1 ton pucuk segar per hari.
3. Teh Hitam dengan kapasitas minimal 10 ton pucuk segar per hari.
4. Tebu dengan kapasitas minimal 1.000 Ton Tebu per hari (Ton Cane Day /TCD).
Untuk izin usaha industri pengolahan komoditas perkebunan selain kelapa sawit, teh dan tebu perizinannya diberikan oleh instansi yang membidangi perindustrian.
Perusahaan yang bergerak dibidang Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% (dua puluh per seratus) yang berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/Perusahaan Perkebunan lain yang tidak memiliki unit pengolahan dan belum mempunyai ikatan kemitraan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan, melalui program kemitraan pengolahan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar, dan terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Pekebun.
Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya masyarakat belum ada Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20 % (dua puluh perseratus) bahan baku dari kebun sendiri, dapat didirikan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan oleh Perusahaan Perkebunan dan tetap diwajibkan untuk memiliki Izin Usaha Perkebunan. Untuk mendapatkan Izin tersebut, Perusahaan Perkebunan harus memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan dari dinas yang membidangi perkebunan setempat dan melakukan kerjasama dengan koperasi pekebun. Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit yang melakukan kerjasama dengan koperasi pekebun tersebut, wajib melakukan penjualan saham kepada koperasi pekebun setempat paling rendah 5% pada tahun ke-5 dan secara bertahap menjadi paling rendah 30% pada tahun ke-15.
Kemudian bagi Perusahaan Perkebunan yang mengajukan Izin Usaha Perkebunan dengan luas 250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (plasma) dengan luasan paling kurang 20% (dua puluh per seratus) dari luas areal yang dimilikinya. Kebun masyarakat yang difasilitasi pembangunannya tersebut berada di luar areal izin yang dimilikinya, yang dilakukan dengan memanfaatkan kredit, bagi hasil dan/atau bentuk pendanaan lain sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan.
Program Kemitraan Usaha Perkebunan tersebut dilakukan antara Perusahaan Perkebunan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan yang dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian dengan jangka waktu paling singkat selama 4 (empat) tahun. Kemitraan tersebut dilakukan berdasarkan pada asas manfaat dan berkelanjutan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, dan saling memperkuat dengan tujuan untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan secara berkelanjutan bagi Perusahaan Perkebunan, Pekebun, karyawan Perusahaan Perkebunan dan masyarakat sekitar. Hal tersebut tidak membebaskan kewajiban bagi perusahaan perkebunan untuk memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat (plasma). Kemitraan Usaha Perkebunan tersebut dilakukan melalui pola kerjasama :
a. Penyediaan sarana produksi;
b. Produksi;
c. Pengolahan dan pemasaran;
d. Transportasi;
e. Operasional;
f. Kepemilikan saham;
g. Jasa pendukung lainnya.
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan juga diwajibkan untuk :
a. Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
b. Menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari;
c. Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT);
d. Menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan;
e. Menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Direktorat Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan Informasi Geospasial (BIG);
f. Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun;
g. Melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar; serta h. melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
Selain beberapa kewajiban diatas, Perusahaan Perkebunan juga diwajibkan untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Kemudian apabila terdapat perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut diatas, dapat diberikan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis : GUNAWAN, S. I.Kom.,M.M
Paur Lipproduk PID Bidhumas Polda Bengkulu