Larangan TNI-Polri dan ASN terlibat politik praktis merupakan hal yang penting untuk ditegakkan. Hal ini untuk menjaga netralitas dan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Pasal 39 ayat (1) disebutkan bahwa prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Hal ini dimaksudkan agar TNI tetap netral dalam kehidupan politik dan tidak memihak salah satu partai politik.
Demikian pula, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Hal ini dimaksudkan agar Polri tetap netral dalam menjalankan tugasnya sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
Selain TNI-Polri, ASN juga dilarang terlibat dalam politik praktis. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Pasal 54 ayat (1). Larangan ini dimaksudkan agar ASN tetap fokus dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat.
Larangan TNI-Polri dan ASN terlibat politik praktis merupakan hal yang penting untuk ditegakkan. Hal ini untuk menjaga netralitas dan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Jika TNI-Polri dan ASN terlibat dalam politik praktis, maka hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dan dapat merusak kepercayaan publik.
Penegakan larangan ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh institusi TNI-Polri, ASN, maupun oleh masyarakat. Institusi TNI-Polri dan ASN dapat melakukan sosialisasi dan edukasi kepada anggotanya mengenai larangan tersebut. Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan jika ada anggota TNI-Polri atau ASN yang terlibat dalam politik praktis.